SeleraWaktu.com

Waktu Juga Punya Selera

Sains

Fenomena Blue Moon Terjadi 30-31 Agustus 2023, Simak Asal Usul Penamaan Blue Moon

Fenomena Blue Moon akan terjadi pada 30 31 Agustus 2023. Blue Moon adalah bulan purnama kedua yang dikenal sebagai Super Blue Moon. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan fenomena ini bisa diamati di Indonesia.

Meski disebut Blue Moon, fenomena ini tidak ada hubungannya dengan cahaya Bulan yang akan berubah warna menjadi biru. Karena Blue Moon adalah bulan purnama, maka dapat dilihat bantuan alat optik. Bulan biru adalah bulan purnama kedua dalam sebulan.

Bulan purnama biasanya terjadi sebulan sekali (setiap 30 hari atau lebih), namun jika ada bulan biru, maka purnama terjadi dua kali. Hasil Survei Elektabilitas Capres 2024, DKI Jakarta Kian Ketat, Dominasi Anies Cak Imin Mulai Runtuh Calon Pemenang Pilpres 2024 Mulai Terlihat Jelang Pencoblosan, 6 Hasil Survei Elektabilitas Terbaru

Koleksi Barang Mewah Kades Wiwin Komalasari yang Disorot:Kacamata LV Hingga Tas Branded Ratusan Juta Harta Kekayaan Siska Wati Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Setahun Naik 18,26 Persen Nasib Nagita Slavina Dipenjarakan Ayah Kandung, Gideon Kantongi Bukti dan Saksi, Raffi: Doakan Saja Halaman 4

Arsenal Masih Bisa Melakukan Lima Kesepakatan Hari Ini Meski Batas Waktu Transfer Sudah Lewat Idham Mase Kekeuh Cerai dengan Catherine Wilson, Kecewa Keket Tak Mundur dari Caleg, Rebutan Suara Halaman 3 Ada dua jenis bulan biru, namun sayangnya tidak ada hubungannya dengan warna.

Menurut NASA, bulan biru musiman adalah bulan purnama ketiga dalam satu musim dengan empat bulan purnama, yang merupakan definisi tradisional bulan biru. Sebaliknya, bulan biru bulanan mengacu pada bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan kalender dan tercipta karena kesalahpahaman terhadap makna pertama. Bulan biru bulanan sekarang dianggap sebagai definisi kedua dari bulan biru.

Karena fase bulan rata rata berlangsung selama 29,5 hari, 12 siklus bulan sebenarnya dapat diselesaikan dalam 354 hari. Jadi, bulan purnama ke 13 terlihat setiap 2,5 tahun sekali atau lebih pada tahun tertentu, dikutip dari Hindustan Times . Bulan purnama ke 13 ini tidak sesuai dengan skema penamaan normal dan disebut sebagai Bulan Biru.

Pada awal tahun 1900 an, di tempat tempat seperti Almanak The Farmer Maine, istilah “bulan biru” digunakan untuk merujuk pada fenomena terkait. Ini merujuk pada empat bulan purnama terjadi dalam satu musim tertentu, bukan tiga bulan purnama pada umumnya. Dalam kasus ini, bulan purnama ketiga dikenal sebagai “biru”, seperti dijelaskan Smithsonian Magazine .

Namun, pada tahun 1946, astronom amatir James Hugh Pruettsalah menafsirkanistilah tersebut dalam artikel yang ditulisnya di Sky & Telescope dengan menggunakan arti yang kita kenal sekarang. Kesalahan ini diulangi beberapa kali dan akhirnya, definisi baru tersebut tetap melekat, bersamaan dengan kesalahan atribusi yang umum terhadap cerita rakyat tradisional. Bulan memberikan pengaruh terkuatnya terhadap pasang surut bumi saat bulan purnama dan perigee.

Matahari dan bulan sama sama mengerahkan tarikan gravitasi, yang berdampak pada pasang surut air laut di sekitar bumi, dikutip dari LA Times . Fenomena ini disebutpasang surut perigean (perigean spring tide), dan mengakibatkan pasang naik dan surut yang lebih besar dari rata rata di seluruh dunia.Hal ini dapat memperburuk banjir pesisir tergantung pada lokasinya Artikel ini merupakan bagian dari

KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *